Kamis, 07 Juli 2011

kritik-kritik

Kritik Interaksionisme Simbolik

-          dalam pengembangan pemikiran subjektif terkadang sulit untuk dikembangkan dalam bentuk metode ilmiah
-          penggolongan individu begitu tampak antara jenjang satu dengan lainnya
-          individualisme tinggi akibat dari pengumpulan ego dan emosi 

Kritik Kognisi Sosial

-          penekanan terlalu kepada individu
-          faktor – faktor lingkungan yang memiliki andil tidak terlalu ditampakkan. Terlebih malah dibenamkan
-          sehingga dalam kognisi sosial ini antara individu dan lingkungan adalah dua konsep yang berbeda

Kritik Teori Pertukaran Sosial

-          segala hal yang dilakukan manusia masih terpaku pada bayang bayang ekonomi
-          dampak lainnya mengakibatkan manusia kehilangan akalnya ketika dihadapkan pada bayang-bayang ekonomi
-          interaksi yang dilakukan sesama manusia semata-mata hanya bertujuan untuk mendapatkan keuntungan satu sama lain

Kritik Teori Peran

-          hanya mampu menjelaskan konformitas sosial tanpa bisa menjabarkan kebijakan publik yang harus ditaati
-          tidak terlalu membahas konflik peran
-          individu dianggap pasif karena dalam teori ini berpendapat bahwa apa yang diharapkan orang lain terhadap individu itu maka individu itu akan menjadi seperti apa yang diharapkan sehingga individu disini dianggap pasif

Kritik Konstruksi Sosial

-          karena terlalu melihat ilmu pengetahuan sebagai ilmu yang dinamis maka teori ini hanya dapat menjelaskan suatu fenomena saja karena konstruksi sosial ini juga tidak meyakini adanya teori yang objektif

Psikologi Kritis

-          terlalu terfokus pada satu realitas
-          kurang menjelaskan permasalahan yang ada
-          namun ketika menyikapi suatu masalah maka akan menarik suatu kesimpulan yang dimana selanjutnya kesimpulan itu dijadikan sebuah teori umum ketika ada permasalahan serupa.

analisis klinis

BAB I
JUDUL
Bocah 2 Tahun Nyandu Rokok
Dalam setting perkembangan

BAB II
Bocah 2 Tahun Nyandu Rokok
KAMIS, 16 JUNI 2011 | 07:27 WIB

PASURUAN | SURYA - Adanya balita yang kecanduan rokok terungkap lagi. Setelah Sandi, bocah 4 tahun asal Malang yang tahun lalu diberitakan kecanduan rokok, kini Choirul Anam. Choirul yang biasa dipanggil Irul baru berusia 26 bulan atau 2 tahun 2 bulan. Namun, ketika memegang sebatang rokok dan mengisapnya, gaya Irul sudah mirip orang dewasa —menunjukkan bahwa ia sudah terbiasa menghisap barang yang mengandung nikotin itu.
Putra ketiga pasangan (alm) Asmad dan Salamah (27), warga Jl Hangtuah Gang Nanas No 3, Kel Ngemplak, Kec Gadingrejo (Kota Pasuruan) ini mulai kecanduan rokok sejak usia empat bulan. Kini, dalam sehari bocah itu tidak bisa untuk tidak merokok. Ia bisa menghabiskan tiga batang rokok.
Menurut Abidin Slamet (51), kakek Irul, kebiasaan merokok cucunya diawali dari ketertarikan Irul terhadap rokok yang ditinggalkan kakeknya. Tanpa sepengetahuan si kakek, Irul mengambil rokok yang ditinggal dalam kondisi menyala.
“Rokok itu saya tinggalkan saat mandi. Nggak tahunya, rokok itu diambil dan diisap Irul. Saat saya minta, ia malah marah-marah,” ujar Abidin Slamet, yang sehari-hari bekerja sebagai penjual daging ayam potong di Pasar Besar Kota Pasuruan.
Selanjutnya setelah itu, Irul sulit dicegah untuk tidak merokok. Ia kemudian menjadi biasa, dan bahkan kecanduan. Karena itu, di waktu-waktu tertentu ketika sudah tak bisa menahan diri, Irul memaksa meminta rokok. Malahan, ketika dilarang menyalakan rokok, ia pernah berani melawan kakeknya dengan menghunus-hunuskan pisau daging.
Pihak keluarga pernah membawa dan memeriksakan Irul ke puskesmas di dekat tempat tinggalnya. Puskesmas menyarankan agar perhatian Irul terhadap rokok dialihkan dengan memberinya iming-iming berupa permen atau makanan ringan lain. Namun, upaya ini tidak berhasil. Setelah permen habis, tetap saja Irul meminta jatah rokok kepada kakeknya.
Terkait kebiasaan buruk Irul ini, Abidin Slamet berharap ada pihak-pihak yang bisa turut membantunya untuk menghentikan kebiasaan merokok itu. Abidin yang tak tega melihat cucu kesayangannya itu merengek meminta rokok, berharap Irul kembali hidup normal seperti anak balita sebayanya, yakni tanpa merokok.
Penulis : kur        Editor : Sugeng Wibowo

BAB III
ABNORMALITAS DAN PSIKOPATOLOGI
Abnormalitas bisa didefinisikan sebagai perilaku yang menyimpang dari perilaku-perilaku pada umumnya yang dilakukan oleh masyarakat sekitar/ perilaku normal, para ahli sering menyebutnya sebagai gangguan perilaku (behavioral disorder). Disini akan dijelaskan bagaimana perilaku itu dapat disebut normal ataupun abnormal.
Terdapat dua pendekatan untuk melihat bagaimana perilaku itu dapat disebut perilaku normal atau abnormal, yaitu pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kualitatif yaitu pendekatan yang menggunakan pedoman-pedoman norma, sedangkan pendekatan kuantitatif yaitu pendekatan yang menggunakan patokan statistik, ini dilihat dari sering atau tidaknya perilaku itu terjadi.
Menurut Stern (1964) untuk menilai normal tidaknya seseorang ada 4 aspek yang harus diperhatikan
a.       Daya integrasi (fungsi ego dalam mengatur kegiatan ego ke dalam maupun ke luar diri)
b.      Ada tidaknya gejala gangguan (menurut pendekatan medis)
c.       Menurut kriteria psikoanalisis (tingkatan kesadaran dan jalannya perkembangan psikoseksual)
d.      Determinasi sosio-kultural (lingkungan)
Menurut Ulman dan Krasner (1980) dalam menilai perilaku ada beberapa faktor lagi selain definisi statistik, medis, psikoanallitis, serta sosio-kultural, yaitu definisi legal (hukum) yang menghubungkan antara perilaku dengan kompetensi, tanggung jawab, dan komitmen.
Dalam buku saku PPDGJ diterangkan bahwa gejala abnormalitas yang terjadi pada balita diatas termasuk dalam penggolongan axis I yaitu Pika masa bayi dan kanak yang terletak pada F98.3. Pika adalah suatu gejala pada anak yang terjadi secara terus-menerus dengan memakan makanan yang tidak bergizi. Gejala pika ini dapat timbul sebagai salah satu gejala dari sejumlah gejala psikiatrik yang luas.
Dari penjelasan tentang abnormalitas diatas, perilaku yang dilakukan oleh Irul itu bisa dikatakan dengan perilaku abnormal. Menurut pendekatan kualitatif sudah jelas bahwa Irul sudah berperilaku menyimpang dari norma-norma yang ada. Pada usia yang terbilang sebagai anak kecil, Irul sudah melakukan perilaku yang seharusnya hanya wajar bila dilakukan oleh orang dewasa, yaitu merokok, dan menurut pendekatan kuantitatif Irul jelas juga menyimpang karena dari sekian banyak anak kecil hanya Irul dan beberapa anak kecil yang berperilaku merokok, dan itu sudah masuk dalam kategori perilaku yang tidak wajar (abnormal). Perilaku merokok Irul ini termasuk dalam gejala pika.
Dari dua pendekatan saja Irul bisa disebut sebagai anak dengan perilaku abnormal.
BAB IV
KENDALL CONCEPTUALIZATION
 
CONCEPTUAL FRAMEWORK


 











          Conceptualization framework pada kasus ini adalah Social Learning Theory milik Bandura yaitu seorang bocah yang belajar berperilaku melalui proses meniru/ observation learning (memodelkan seseorang yang lebih tua ataupun orang lain. Irul termasuk dalam disfungsi psikologi learning model (kesalahan proses belajar), Irul mengamati kakeknya yang kebetulan perokok lalu dia meniru perilaku kakeknya (memodelkan).
            Teori belajar sosial milik Bandura menyebutkan bahwa perkembangan seseorang dipelajari melalui proses observasi individu terhadap perilaku orang lain, akan tetapi dalam observasinya individu juga menentukan sikapnya, apakah dia berminat terhadap perilaku yang sedang diamatinya atau tidak. Dalam observasinya Irul melihat kakeknya merokok dan juga merupakan orang terdekat dari Irul, maka Irul merasa wajar untuk meniru perilaku kakeknya. Akan tetapi, dia salah dalam meniru perilaku karena perilaku yang dilakukan oleh kakeknya adalah perilaku normal jika dilakukan oleh orang dewasa, dan menjadi perilaku abnormal ketika dilakukan oleh anak seumuran dengan Irul.

BAB V
ASSESSMENT
Sesuai dengan yang diberitakan oleh surya.co.id pada tanggal 16 juni 2011, Irul merupakan seorang bocah yang berumur 26 bulan (2 tahun 2 bulan), akan tetapi perilakunya sudah merokok. Hal ini berbeda dengan perilaku anak kebanyakan. Perilaku merokoknya diawali pada saat dia masih berusia 4 bulan, pada awalnya kakeknya yang tidak sengaja meninggalkan sebatang rokok yang sedang menyala ketika dia mandi lalu Irul menghisapnya, ini sesuai dengan apa yang diucapkan kakeknya yang terdapat pada surya.co.id. semenjak saat itu dia menjadi ketagihan merokok, dalam sehari dia bisa menghabiskan 3 batang rokok. Jika dia tidak diberikan rokok, dia akan marah, pernah Irul memarahi kakeknya dengan pisau karena tidak diberikan rokok, ini jelas suatu perilaku menyimpang. Hal ini mungkin bisa dipelajari dari apa yang Irul amati dari lingkungannya. Mungkin dia melihat orang dilingkungannya yang sedang marah dan mengambil pisan lalu meniru, sama seperti ketika dia meniru perilaku merokok kakeknya.
Dapat disimpulkan bahwa Irul dikategorikan melakukan perilaku abnormal (perilaku menyimpang). Dia telah melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukannya seperti merokok pada umurnya saat ini dan melakukan perlawanan dengan senjata tajam terhadap orang tua (tidak mematuhi perintah).


BAB VI
INTERVENSI
          Intervensi merupakan upaya untuk mengubah perilaku ataupun pemikiran seseorang. Dalam masalah diatas intervensi yang akan digunakan ada berbagai macam, diantaranya terapi kognitif perilaku, psikoterapi interpersonal, terapi melalui obat-obatan, dll.
            Terapi kognitif perilaku digunakan untuk mengubah perilaku dari anak tersebut, dan mengubah pemikiran anak dari semula dia senang terhadap rokok menjadi tidak senang. Mengganti kebiasaannya merokok dengan sesuatu yang lain sehingga anak dapat menikmati perubahan perilakunya.
            Terapi melalui obat-obatan, disini seorang anak diberikan obat sebagai pengganti kebiasaan merokoknya yanng dapat mengurangi minat seorang anak terhadap rokok. Biasanya hal ini dilakukan oleh seorang psikiater.
            Psikoterapi interpersonal yaitu terapi yang berfokus hanya kepada paisen untuk meningkatkan hubungan sehingga dalam memberikan terapi lebih mudah. Disini seorang psikiater atau psikolog memberikan pemahaman tentang bahaya rokok terhadap anak tetapi tetap menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh anak, sehingga anak dapat menjauhi perilaku yang dianggap abnormal itu.
            Terapi perilaku yaitu dengan menggunakan modeling, relaksasi, desentisasi sistematis, pembiasaan operan, pelatihan asersi, dan juga biofeedback, dari semua itu salah satunya dapat digunakan untuk memodifikasi perilaku dari anak tersebut. Contohnya modeling yaitu memberikan seorang model yang baru sehingga perilakunya dapat berubah.



BAB VII
DAFTAR PUSTAKA
·       Wiramiharja, Sutardjo A., Prof, Dr. 2009. Pengantar Psikologi Klinis. Bandung: Refika Aditama.
·       Slamet I. S., Suprapti & Markam, Sumarmo. 2006. Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta: UI-Press
·       Maslim, Rusdi, Dr., Diagnostik Gangguan Jiwa, buku saku PPDGJ III