Minggu, 17 Februari 2013

BEHAVIORAL - SOCIAL LEARNING


MAZHAB BEHAVIORAL DAN SOCIAL LEARNING
oleh: Athoullah Mondir

            Ada beberapa tokoh dalam mazhab ini, diantaranya ada Pavlov, Watson, Thorndike, Skinner serta Bandura. Pada mazhab ini menekankan pada adanya faktor stimulus dan respon. Ivan Pavlov terkenal dengan eksperimennya pada anjing tentang teori pengkondisian perilaku dengan adanya stimulus yang dilakukan sehingga menimbulkan respon dari suatu organisme. Pavlov mengeksperimenkan makanan dan bel terhadap anjing (stimulus), dan melihat bagaimana perilaku (respon) yang timbulkan akibat dari stimulus.
            Ada J. B. Watson, dia juga menekankan pada faktor stimulus respon (asosiasi). Watson disini melihat suatu perilaku dapat muncul melalui hal-hal yang tampak tanpa memperhatikan hal-hal yang tidak tampak, contohnya seperti proses mental. Watson sendiri memfokuskan teorinya pada stimuli yang diberikan oleh lingkungan sekitar.
            Edward Thorndike terkenal dengan teorinya tentang koneksionisme, sama seperti Pavlov dan Watson, yaitu adanya stimulus dan respon. Dalam teorinya disebutkan bagaimana suatu perilaku muncul melalui trial and error, jadi Thorndike mengatakan bahwa perilaku muncul dengan cara mencoba-coba secara berulang. Dalam hal ini suatu individu memunculkan suatu perilaku karena adanya rangsangan untuk memperoleh sesuatu dengan cara mencoba secara berulang sehingga menemukan sebuah perilaku yang tepat untuk mendapatkan sesuatu tersebut, dan ketika indiividu mendapatkan perilaku yang dianggap tepat maka akan individu akan mematenkan perilakunya, sehingga ketika individu memperoleh suatu permasalahan yang dirasa sama, maka individu akan memunculkan perilaku yang telah dipatenkan (refleks perilaku). Dalam eksperimennya Thorndike menggunakan kucing yang berada dalam kandang sedangkan diluarnya terdapat makanan (stimulus), dan melihat bagaimana respon perilaku yang dilakukan kucing setelah berhasil mendapatkan makanan tersebut. Hal ini dilakukannya berulang kali dan ternyata kucing melakukan hal yang sama ketika dihadapi pada permasalahan yang sama. Thorndike mengungkapkan 3 hukum belajar bagaimana perilaku itu muncul, yaitu law of readiness, law of exercise, dan law of effect.
            B. F. Skinner juga membahas tentang stimulus respon, meskipun demikian Skinner menekankan sebuah perilaku muncul karena adanya reinforcement (penguat) yaitu berupa reward dan punishment. Skinner dengan teorinya yaitu operant conditioning yang membahas bagaimana individu mengubah perilaku yang telah ada karena adanya reward dan punishment. Menurutnya suatu perilaku dapat berubah karena kondisi-kondisi lingkungan. Skinner menekankan pada penguatan terhadap perilaku yang telah dimunculkan, dalam eksperimennya terhadap tikus yang ada dalam kurungan dan didalamnya terdapat dua tombol, yang satu untuk makanan (reward) dan yang satu lagi sebagai punishment. Pada operant conditioning terdapat penguat positif dan penguat negatif, biasanya penguatan positif akan diulang oleh individu karena individu merasa terpuaskan dengan perilaku yang dilakukannya, sebaliknya penguatan negatif relatif akan menurunkan suatu perilaku yang ada karena ketidakpuasan individu terhadap perilakunya sehingga bisa saja perilaku yang mendapat respon negatif tersebut hilang. Penguatan positif biasanya berupa hadiah (reward) dan yang negatif berupa hukuman (punishment). Skinner mengatakan ada generalisasi perilaku dan diskriminasi perilaku, generalisasi perilaku merupakan suatu perilaku yang telah dimunculkan yang umumnya individu merasa puas dengan apa yang telah dilakukannya terhadap suatu hal sehingga perilakunya tetap dipertahankan, sedangkan diskriminasi perilaku umumnya bersifat tidak memuaskan individu sehingga perilaku tersebut cenderung untuk dihilangkan.
            Albert Bandura dengan teori modelingnya yang bersifat observational learning, dalam pembentukan perilaku ini Bandura melibatkan juga proses kognisi, pemahaman, dan evaluasi individu. Bandura menghilangkan variabel tentang stimulus respon, karena menurutnya dalam pembentukan perilaku tersebut tidak selalu dibuat oleh stimuli-stimuli. Bandura menjelaskan bahwa suatu perilaku individu muncul karena adanya proses dalam diri melalui proses modeling dari orang lain. seperti yang dilakukan dalam eksperimennya dengan membuat video tentang seorang anak yang melakukan perilaku memukul dan mencaci maki boneka bobo dollsnya lalu dipertontonkan kepada anak-anak, yang setelah anak-anak itu dipertontonkan videonya mereka memodeling perilaku yang ada pada video tersebut dengan memukul serta mencaci bonekany bobo dollsnya sendiri. Menurutnya proses seperti itu yang disebut modeling, dalam pembentukan perilaku tersebut individu melibatkan proses kognisi yaitu atensi, retensi, reproduksi dan motivasi. Proses atensi merupakan proses yang dilakukan oleh individu dengan memperhatikan perilaku yang dituju, lalu dari proses atensi tersebut individu mngambil kembali ingatan tentang perilaku tadi yang dinamakan dengan proses retensi. Setelah proses retensi individu mulai memunculkan perilaku yang dituju, namun dalam memunculkan perilaku yang dituju tersebut menurut bandura ada faktor yang disebut dengan motivasi.  Motivasi dalam berperilaku ini menurut Bandura berasal dari dalam diri individu itu sendiri.
            Pada setiap tokoh tersebut memang terdapat keunikan-keunikan tersendiri dalam teorinya. Misalnya pada Pavlov yang mengandalkan dalam pemberian stimulus terhadap hewan untuk mengkondisikan respon dari hewan tersebut, teori Pavlov juga dikenal dengan teori pengkondisian. Watson dengan teori asosiasinya yang masih melihat kemunculan suatu perilaku melalui stimulus yang ada ataupun diberikan, jadi ada hubungan antara stimulus yang ada dengan respon perilaku yang muncul. Thorndike yang berpendapat bahwa pembentukan perilaku merupakan hasil dari percobaan untuk berperilaku (trial error) yang dilakukan individu karena adanya hubungan antara stimulus dan respon, Thorndike juga mengemukakan tentang hukum kesiapan, latihan, dan efek. Skinner dalam teorinya ada faktor stimulus respon, namun dia menambahkan tentang reinforcement terhadap perilaku yang muncul dan juga, dia mengatakan tentang modifikasi perilaku.
            Teori behaviorisme yang perbedaannya sangat mencolok dibandingkan dengan tokoh lainnya adala Bandura, dalam teorinya Bandura menghilangkan faktor stimulus respon dan menggantinya dengan proses kognitif dalam otak. Dalam berperilaku menurut Bandura, individu tidak dikarenakan adanya stimulus melainkan karena adanya faktor kognitif diotak yang mengakibatkan individu itu berperilaku, dengan kata lain Bandura melihat terbentuknya perilaku karena ada proses atensi, retensi, reproduksi, serta motivasi yang ada dalam pikiran individu.
Pendapat atau teori pada masing-masing tokoh diatas memang berbeda namun pada intinya yang dicari oleh tokoh-tokoh diatas sama, yaitu bagaimana suatu perilaku itu dapat muncul/ dilakukan. Tak ada kata salah benar pada teori yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh diatas, jika melihat pada pengalaman manusia, teori yang ada tersebut terkadang memang bisa memunculkan perilaku dan persepsi. Contohnya pada teori yang dikemukakan oleh Pavlov, biasanya jika kita mendengar suara sirine, mungkin kebanyakan orang pasti akan mengira akan ada ambulan yang akan lewat, namun ternyata bisa saja yang lewat tersebut polisi/ pemadam kebakaran atau bahkan hanya suara mobil umum yang diberi sirine, seperti milik ambulan. Pada teori yang dikemukakan Skinner contohnya seperti perilaku seorang siswa didalam kelas, ketika seorang siswa menjawab ataupun mengajukan pertanyaan kemudian siswa tersebut diberikan pujian oleh teman atau gurunya, maka kemungkinan besar dia akan mengulangi perilakunya tersebut, hal ini disebut dengan reinforcement positif, karena ada kecenderungan untuk mengulanginya dan begitu juga sebaliknya jika pada saat menjawab atau bertanya lalu dia diberikan teguran atau ejekan, individu cenderung akan menghilangkan perilaku tersebut (reinforcement negatif). Sedangkan contoh teori milik Bandura yaitu ketika seseorang melihat televisi, lalu individu tersebut memodeling apa yang telah ditonton dalam televisi tersebut.

REFERENSI
Schultz, D. P and Schultz, S. E. 2009. Theories of Personality – ninth edition. Belmont, CA (USA) : Wadsworth
Cloninger, S. Theory of Personality: Understanding Person 4th edition. 2004. New Jersey: Upper Saddle River
Brennan, James. 2006. Sejarah dan Sistem Psikologi – edisi ke-6. Jakarta: PT RajaGrafindo
Sobur, Alex. 2011. Psikologi Umum -  Dalam Lintasan Sejarah (Cet. IV). Bandung: Pustaka Setia

HUMANISTIK


MAZHAB HUMANISTIK
oleh: Athoullah Mondir
            Humanistik adalah salah satu aliran dalam ilmu psikologi sebagai reaksi terhadap aliran behaviorisme dan psikoanalisis. Pada aliran humanistik ini memberikan perhatian mengenai aspek psikologi pada manusia. psikologi humanistik memberikan satu nilai baru sebagai pendekatan untuk memahami sifat dan keadaan manusia. Humanistik ini memandang manusia bukan sebagai mesin, yang bilamana diberikan perlakuan sama maka akan muncul perilaku yang sama, manusia dalam pandangan humanistik bukanlah seperti itu, manusia mempunyai ciri khas tersendiri, manusia mempunyai karakteristik yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.
            Dalam mazhab humanistik ini terdapat beberapa tokoh antara lain adalah Abraham Maslow, Viktor Frankl, Erich Fromm, dan masih banyak yang lainnya. Namun kali ini akan membahas tentang ketiga tokoh tersebut.
            Abraham Maslow
          Dalam teorinya Maslow mengasumsikan bahwa manusia memiliki suatu usaha positif untuk mengembangkan dirinya serta manusia memiliki kekuatan untuk menolak perkembangan itu. Maslow juga membagi kebutuhan dasar dari manusia menjadi 5 bagian, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan akan harga diri serta aktualisasi diri.
Kebutuhan Fisiologis
            kebutuhan ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar semua manusia seperti makan dan minum. Hal ini juga termasuk kebutuhan untuk istirahat, buang air besar atau kecil, menghindari rasa sakit, dan kebutuhan seks.
Kebutuhan akan Rasa Aman
          Kebutuhan akan rasa aman mulai muncul jika kebutuhan fisiologis atau kebutuhan sebelumnya telah terpenuhi. Kebutuhan ini diantaranya merupakan kebutuhan akan rasa aman dan juga proteksi terhadap dirinya (individu bersangkutan). Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka akan timbul rasa cemas dan takut sehingga dapat menghambat pemenuhan kebutuhan lainnya.
Kebutuhan akan Rasa Kasih Sayang
          Ketika individu merasa bahwa kedua jenis kebutuhan sebelumnya terpenuhi, maka akan mulai muncul kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa memiliki. Hal ini dapat dilihat dari usaha untuk mendapatkan teman, kekasih, anak, atau bahkan keinginan untuk menjadi bagian dari suatu komunitas tertentu. Jika tidak terpenuhi, maka perasaan kesepian akan muncul.
Kebutuhan akan Harga Diri
            kebutuhan ini akan muncul ketika kebutuhan sebelumnya terpenuhi. Kebutuhan akan harga diri ini berkaitan dengan kebutuhan seperti status social dan reputasi. Dalam kebutuhan ini juga ada kebutuhan akan rasa percaya diri, kompetensi, prestasi, kemandirian, dan kebebasan. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka dapat timbul perasaan rendah diri dan inferior.
Kebutuhan akan Aktualisasi Diri
          Kebutuhan terakhir menurut hirarki kebutuhan Maslow adalah kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan ini berkaitan dengan keinginan individu untuk mewujudkan serta mengembangkan potensi yang ada dalam diri individu tersebut.
            Jika dalam pemenuhan kebutuhan dasar diatas salah satu kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka individu akan terus berusaha memenuhinya terlebih dahulu berdasarkan urutan kebutuhan yang telah ditentukan. Contohnya seperti, jika kebutuhan fisiologisnya (makan, minum) tidak terpenuhi, maka individu tidak akan memunculkan kebutuhan akan rasa aman sampai kebutuhan fisiologisnya terpenuhi.
Viktor Frankl
          Teori Viktor Frankl ini muncul ketika dia sedang dalam camp nazi, yang merupakan tempat semua orang-orang yahudi dihukum. Pada saat itu bangsa Jerman ingin memusnahkan bangsa Yahudi. Banyak hal-hal yang didapatkannya dari camp tersebut, namun pada intinya, teori Frankl ini menekankan pada pemaknaan hidup.
            Pada saat dipenjara tersebut, Frankl mulai belajar tentang kehidupan, dan dia tidak mau untuk terjebak dalam ketidakbebasannya dalam pemenuhan perilakunya ketika di camp tersebut. Menurut Frankl pada diri manusia itu terdapat suatu kebebasan dalam menentukan apa yang harus dilakukannya,  dan perilaku yang dilakukan oleh manusia saat ini bukanlah merupakan hasil dari pengalaman masa lalunya. Lagi, menurutnya manusia memiliki kebutuhan terhadap keinginan tentang makna dari sesuatu yang telah dilakukannya, pada diri manusia pasti terdapat keinginan seperti hal tersebut dalam dirinya.
            Makna hidup, menurut Frankl akan menuntun individu untuk memiliki apa tujuan hidupnya, serta memunculkan usaha untuk mencapai tujuan hidup tersebut. Dalam setiap perilaku yang dilakukan oleh individu pasti ada makna hidup yang terkandung didalamnya, namun tergantung dari individu tersebut apakah dapat menemukannya atau tidak. Jika individu dapat menemukannya, menurut Frankl akan terdapat kebahagiaan yang dimilikinya (happiness).
            Manusia dapat menemukan makna hidupnya melalui transcendensi diri, ada beberapa sumber makna hidup yaitu nilai kreatif, nilai pengalaman, dan nilai sikap. Frankl berpendapat bahwa eksistensi manusia terdiri akan 3 hal, yaitu spiritualitas, kebebasan, dan tanggung jawab.
Erich Fromm
          Teorinya ini sangat dipengaruhi oleh Freud dan juga Karl Marx. Dia mencoba untuk menggabungkan dua teori tersebut, yaitu tentang bagaimana manusia mencari kebebasan diri. Teorinya ini juga berdasarkan pada individu yang terisolasi dari lingkungan sekitar, hal ini tak lain juga karena pengaruh dari pengalaman hidupnya. Fromm juga mengatakan tentang manusia sebagai binatang dan manusia sebagai manusia semestinya, dalam arti manusia sebagai binatang adalah manusia memiliki kebutuhan fisiologis yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan makan, minum, seks, dll. Manusia sebagai manusia tak lain memiliki pengertian bahwa manusia memiliki kesadaran diri, pikiran yang dapat membuat manusia mengetahui bagaimana cara berperilaku yang tepat.
            Fromm juga mandasari teorinya berdasarkan filsafat dualistik. Menurutnya eksistensi manusia ini terjadi antara pertentangan dari satu hal terhadap hal lainnya. Dari pertentangan tersebut Fromm menyebutnya sebagai dilema eksistensi dan membaginya menjadi 4 dualisme eksistensi manusia yaitu, manusia sebagai binatang dan manusia sebagai manusia, hidup dan mati, sempurna dan ketidaksempurnaan, serta kesendirian dan kebersamaan. Dari 4 hal tersebut merupakan konflik yang tak pernah terselesaikan pada diri manusia, dan manusia itu sendiri harus berusaha untuk menjembatani antara dualisme tersebut.
            Fromm tahu bahwa manusia merupakan makhluk yang mandiri, dan kehidupannya dijalani dengan dirinya sendiri, namun manusia juga tidak dapat terlepas dari kesendirian itu mengingat manusia merupakan makhluk sosial. Meskipun manusia merupakan makhluk yang mandiri dan sendiri manusia juga membutuhkan rasa keterikatan antara satu individu dengan individu lainnya, selain itu manusia juga butuh akan kebebasan.
Fromm membagi kebutuhan manusia menjadi dua hal yaitu kebutuhan akan kebebasan serta keterikatan dan kebutuhan akan memahami serta berkreativitas. Kebutuhan kebebasan dan keterikatan antara lain, relatedness, rootedness, transcendency, unity, dan identity. Kebutuhan mmemahami dan kreativitas meliputi Frame of orientation, Frame of devotion, Excitation – stimulation, Effectivity. Fromm juga mengatakan tentang mekanisme manusia dalam melarikan diri dari kebebasan yang ada pada dirinya. Kebebasan menurut Fromm dapat menimbulkan keterasingan terhadap individu yang bersangkutan, karena dengan kebebasan tersebut manusia akan merasakan ketidakberdayaannya akan kebebasan itu sendiri.
            Pada intinya semua tokoh yang ada pada aliran humanistik ini lebih menekankan pada bagaimana seseorang meng-aktualisasi-kan dirinya dengan potensi yang telah ada serta tertanam pada individu tersebut.

REFERENSI
Schultz, D. P and Schultz, S. E. 2009. Theories of Personality – ninth edition. Belmont, CA (USA) : Wadsworth
Cloninger, S. Theory of Personality: Understanding Person 4th edition. 2004. New Jersey: Upper Saddle River
Brennan, James. 2006. Sejarah dan Sistem Psikologi – edisi ke-6. Jakarta: PT RajaGrafindo
Sobur, Alex. 2011. Psikologi Umum -  Dalam Lintasan Sejarah (Cet. IV). Bandung: Pustaka Setia
Alwisol, 2009. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

CATTEL


MAZHAB TRAIT & EKSISTENSIAL
RAYMOND B CATTEL
oleh : Athoullah Mondir

Raymond B Cattel merupakan seorang psikolog asal Inggris. Dia mengungkapkan bahwa personality is that which permits a prediction of  what a person will do in a given situation, maksudnya Cattel berpendapat bahwa kepribadian yang ada pada individu dapat memprediksi sikap yang akan diambil oleh individu tersebut pada situasi yang ada (tertentu). Cattel mengungkapkan bahwa kepribadian seseorang terdiri dari bermacam-macam trait. Kepribadian juga merupakan suatu bentuk dari struktur trait yang kompleks. Trait sendiri merupakan sifat atau kecenderungan dari individu untuk berperilaku.
            Cattel terkenal dengan teori analisis faktornya terhadap kepribadian, dia membagi kepribadian melalui beberapa macam trait, adapun pembagian trait menurut Cattel yaitu Common Traits, Unique Traits, Ability Trait, Temperament Trait, Dynamic Traits, Surface Traits, Source Traits, Constitutional Traits, dan Environmental-Mold Traits. Dari trait tersebut dibagi menjadi empat kategori lagi
1.    Common Traits dan Unique Traits
            Common Traits merupakan suatu sifat yang dimiliki oleh setiap individu, namun memiliki tingkat yang berbeda antar individu. Contohnya intelegensi, setiap orang pasti memilikinya, namun intelegensi antar individu berbeda.
Unique Traits merupakan suatu sifat atau karakter diri dari individu yang lekat pada dirinya, dan ini menjadikan individu tersebut berbeda antar individu satu dengan yang lainnya. Contohnya ada individu yang menyukai permainan sepakbola namun juga ada yang tidak menyukainya.
Kedua trait ini merupakan kategori trait kepemilikan, maksudnya bahwa setiap orang pasti memiliki kedua trait ini, dan disetiap individu kepemilikan kedua trait ini tidaklah sama tingkatannya.
2.    Ability, Temperament, dan Dynamic Traits
Trait ini merupakan trait modalitas ekspresi, trait ini berisikan tentang kemampuan individu, emosi, serta motivasi individu dalam berperilaku.
Ability trait menggambarkan bagaimana kemampuan individu dalam memecahkan suatu persoalan dan juga keefektifan cara yang dilakukannya.
Temprament trait menggambarkan bagaimana irama emosional yang ada pada individu dalam menghadapi situasi tertentu/ situasi yang ada
Dynamic trait merupakan suatu sikap yang mendorong individu berperilaku atau bisa disebut sebagai motivasi individu dalam berperilaku. Ambisius salah satu contohnya.
3.    Surface Traits dan Source Traits
Surface trait merupakan sifat / karakter individu yang tampak, sedangkan source trait merupakan faktor yang mendukung surface trait tersebut atau bisa disebut juga faktor yang menjadi alasan bagaimana surface trait tersebut muncul. Source trait merupakan sumber yang menghasilkan sifat yang tampak.
4.    Constitutional Traits and Environmental-Mold Traits
Constitutional trait merupakan sifat yang berasal dari kondisi biologis individu, namun dalam hal ini tidak selalu faktor bawaan (keturunan). Contohnya jika individu meminum alkohol, maka dia akan bertingkah ceroboh (Schultz, 2009)
Environmental-Mold trait merupakan hasil yang didapat dari pengaruh lingkungan sekitar individu berada. Misalkan pada orang militer memiliki perilaku yang berbeda dengan orang sipil biasa, orang militer (karir) cenderung bersikap keras.
            16 PF (Personality Factor)
            Cattel meneliti tentang sifat-sifat manusia, dari penelitiannya dia menemukan tes kepribadian manusia yang disebutnya dengan 16PF. Dari beribu-ribu bahkan jutaan sifat manusia, dia mengerucutkan sifat-sifat yang ada menjadi 16, dari 16 faktor tersebut manurut Cattel merupakan faktor primer.
1)      Faktor A (warmth – affectia)
2)      Faktor B (reasoning – intelligence)
3)      Faktor C (emosional stability – ego strength)
4)      Faktor E (dominance – submissiveness)
5)      Faktor F (liveliness – Surgency)
6)      Faktor G (consciousness)
7)      Faktor H (Social Boldness)
8)      Faktor I (Sensitivity)
9)      Faktor L (Vigilance)
10)  Faktor M (Abstractedness)
11)  Faktor N (Privateness)
12)  Faktor O (Apprehension)
13)  Faktor Q1 (Opened – Radicalism )
14)  Faktor Q2 (Reliance – sufficiency )
15)  Faktor Q3 (Perfectionism)
16)  Faktor Q4 (Tension)
Cattell menjelaskan dinamika trait muncul sebagai salah satu klasifikasi trait. Dalam sistem Cattell ada 3 macam sifat-sifat dinamik yang penting yaitu erg, sikap, dan sentimen.
Erg merupakan motivasi dasar yang dimiliki oleh individu sejak dia dilahirkan (faktor bawaan) dalam mencapai tujuannya. Erg ini menurut Cattel berupa dorongan primer seperti lapar, haus, seks, dll. Cattel dalam penelitiannya membagi menjadi 11 macam erg yaitu marah, daya tarik, rasa ingin tahu, rasa kesal/ jijik, gregariousness, rasa lapar, perlindungan, keamanan, self-assertion, self-submission, seks.
Sikap merupakan suatu tingkah laku yang muncul atas respon yang ada pada suatu keadaan tertentu. Cattel mendefinisikan sikap ini secara luas, tidak hanya berupa tingkah laku yang tampak, misalnya seperti suasana hati.
Sentimen merupakan suatu sifat yang terbentuk karena faktor lingkungan, hal ini termasuk dalam environmental-mold trait karena pengaruh lingkungan sangat berperan besar dalam membentuk sentimen ini.
Ketiga hal ini sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Ada yang berasal dari faktor bawaan namun ada juga yang berasal dari pengaruh lingkungan. Antara erg dengan sentimen ini yang akhirnya dapat memunculkan sikap dari individu dalam berperilaku melalui proses belajar.
Perkembangan kepribadian
Cattel juga membagi tahap perkembangan kepribadian berdasarkan perkembangan masa hidup
TAHAP INFANCY, 0-6 tahun
Periode pembentukan ini merupakan yang terpenting dalam perkembangan kepribadian. Pada tahap ini individu sangat dipengaruhi oleh orang tua dan saudara-saudaranya. Pengalaman ini berupa cara makan serta cara individu tersebut dalam membuang kotoran (toilet training). Pengaruh lingkungan keluarga tersebut juga membantu dalam membentuk sikap sosial, kekuatan superego, perasaan aman dan tidak aman, sikap terhadap otoritas, dan kemungkinan kecenderungan neurotic.
TAHAP CHILHOOD, 6-14 tahun
Dalam tahap ini, Ada awal kecenderungan untuk menuju kemandirian dari orang tua dan meningkatnya identifikasi dengan teman sebayanya, tetapi pengaruhnya tidak besar jika dibandingkan dengan periode sebelum dan sesudahnya.
TAHAP ADOLESCENCE, 14-23 tahun
Ini adalah periode yang paling menyulitkan dan menekan terhadap keadaan individu. Konflik yang dialami pada umumnya seputar kemandirian, jati diri, dan seks.
TAHAP MATURITY, 23-50 tahun
Tahap ini ditandai dengan kesibukan, serta produktivitas individu. Secara umum orang pada tahap ini mulai mempersiapkan karir, perkawinan, dan juga keluarga. Kepribadian individu cenderung tidak mudah berubah, lebih stabil jika dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Cattell juga menemukan hanya sedikit perubahan minat dan sikap pada tahap ini.
TAHAP LATE MATURITY, 50-65 tahun
Pada tahap ini ada sedikit perkembangan kepribadian yang terjadi sebagai respon terhadap perubahan fisik, sosial, dan psikologis. Kesehatan dan kekuatan semakin menurun pada tahap ini, begitu pula dengan daya tarik pribadi. Individu juga menilai kembali jati dirinya selama ini dan mencoba memperbaikinya untuk menjadi pribadi baru.
TAHAP ODL AGE, 65+
Tahap final, individu mulai menyesuaikan diri akan kehilangan orang terdekat, biasanya berupa tingkat ke-religiusitas meningkat. Tahap ini individu mulai merasa cemas akan kehidupannya. Perasaan kesepian, tidak aman mulai ada kembali dalam diri individu.
Assessment dalam teori analisis faktor Cattel
Dalam skala pengukuran kepribadian secara objektif menurut Cattel, Cattel menggunakan tiga teknik assessment utama yang disebutnya L-data (life records), Q-data (questionaires), dan T-data (tests).
L-data merupakan teknik dimana peneliti meliput kehidupan subjek secara langsung di kehidupan sehari-hari. Dalam L-data ini perilaku yang dilihat adalah perilaku subjek yang tampak dan dapat dilihat pada observasi.
Q-data ini merupakan teknik penelitian dari Cattel dengan menggunakan kuesioner dalam penelitiannya yang digunakan untuk melihat serta menilai sifat, karekter subjek yang tidak tampak.
T-data merupakan tes yang digunakan Cattel agar penelitiannya tidak bersifat subjektif. Dalam T-data ini Cattel berusaha se-objektif mungkin dalam memperoleh data, Cattel menggunakan tes seperti rorschach, TAT (Thematic Apperception Test).
KESIMPULAN
Pendeskripsian Cattel mengenai kepribadian disini sangatlah kompleks, dan dia berusaha membuat deskripsi tersebut se-objektif mungkin. Penelitiannya melibatkan banyak orang yang membuktikan bahwa dirinya memang berusaha untuk mengetahui dan juga untuk mendeskripsikan kepribadian tersebut. Cattel melihat kepribadian melalui banyak faktor yang kemudian dikerucutkan menjadi lebih sedikit sehingga menjadi tes 16-PF tersebut. Disinilah letak keunikan teori Cattel yang berusaha untuk mendeskripsikan kepribadian secara detail dan objektif.
Teori Cattel ini memang sangat rumit dan sukar untuk dipahami, namun dengan banyaknya data yang didapatkannya mengenai kepribadian, menjadikan teorinya semakin valid, meskipun Cattel sendiri mengatakan bahwa tes kepribadian yang didapatkannya bukanlah hasil yang valid, melainkan hanya berupa usaha untuk mendeskripsikan tentang kepribadian.
Teori Cattel juga meliputi banyak teori yang ada didalamnya, Cattel menggunakan teori-teori pendahulunya sebagai rujukan serta untuk mendukung teorinya tersebut. Berbeda dengan para pencetus teori kepribadian lainnya, Cattel disini hanya berusaha untuk mengetahui kepribadian dari individu. Freud misalkan, dia mendeskripsikan pengalamannya sendiri dan juga pengalaman dari praktek sebagai seorang psikolog sebagai acuan teorinya. Data-data Cattel tentang teori kepribadiannya merupakan hasil usahanya terhadap banyak orang hanya untuk mengetahui kepribadian seseorang secara umum. Dalam membentuk teorinya Cattel juga menggunakan berbagai macam tes, lalu juga pembagian faktor-faktor yang membentuk kepribadian menjadi bermacam-macam trait. Cattel juga mengatakan bahwa kepribadian yang ada pada individu tersebut bukanlah karena faktor bawaan saja ataupun faktor lingkungan saja, melainkan antara faktor bawaan dengan faktor lingkungan saling berhubungan dalam membentuk kepribadian individu.

  
REFERENSI
Schultz, D. P and Schultz, S. E. 2009. Theories of Personality – ninth edition. Belmont, CA (USA) : Wadsworth
Cloninger, S. 2004. Theory of Personality: Understanding Person 4th edition. New Jersey: Upper Saddle River
Suryabrata, Sumadi. Psikologi Kepribadian (cet – 19). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Sobur, Alex. 2011. Psikologi Umum -  Dalam Lintasan Sejarah (Cet. IV). Bandung: Pustaka Setia

TEKNOLOGI DAN MANUSIA MODERN


oleh: Athoullah Mondir

Di era modern ini, dapat kita lihat kemajuan-kemajuan yang sangat pesat. Dengan perkembangan teknologi dan juga perkembangan-perkembangan lainnya, termasuk juga perkembangan manusia secara keseluruhan. Memang pada awalnya memang manusia itu sendiri yang menyebabkan perkembangan-perkembangan itu, terutama yang dapat kita lihat dan kita ikuti adalah pada perkembangan teknologi. Dengan perkembangan teknologi-teknologi ini banyak keuntungannya namun juga banyak kerugian-kerugian yang timbul.
            Dalam hal ini kita akan membahas tentang krisis kemanusiaan serta modernitas, dimana hal ini dapat kita cermati bagaimana modernitas membawa manusia untuk menghilangkan nilai-nilai yang seharusnya melekat pada manusia perlahan-lahan dihilangkan, sehingga manusia pun tak ubahnya bagaikan suatu benda yang hanya dapat bergerak sesuai kebiasaan-kebiasaan yang telah mereka lakukan secara berulang-ulang. Modernitas disini saya artikan sebagai perubahan kedepan (secara keseluruhan) untuk menjadi lebih baik.
            Modernitas memang tak dapat kita bendung kedatangannya, karena memang modernitas ini ulah dari manusia itu sendiri dan juga suatu hal yang pasti adanya, dengan tujuan awal yaitu untuk memudahkan manusia dalam melakukan berbagai aktifitas dan juga untuk memanusiakan manusia itu sendiri. Namun apa yang terjadi kemudian? Dengan ke-modern-an sedikit demi sedikit apa yang telah menjadi hakikat dari seorang manusia itu hilang terkikis oleh waktu. Manusia saat ini telah dapat melakukan beberapa hal secara bersamaan dalam satu waktu. Modernisasi sendiri dimulai pada saat zaman renaisans (kebangkitan kembali) lalu setelahnya menyusul revolusi industri, semua itu salah satu ciri dimana zaman modern telah tiba.
Modernitas sendiri memiliki dampak yang dapat dikatakan sangat kritis (krusial) dan ini terjadi pada terpinggirkannya manusia dari lingkaran eksistensi manusia itu sendiri. Pada saat ini manusia telah terlena dengan apa yang telah dicapainya dengan perkembangan teknologi-teknologinya, mereka bermanja-manja dengan hasil yang telah mereka peroleh hingga mereka lupa tentang bagaimana hakekat mereka hidup ini. Rene Descartes menyebutkan bahwa manusia adalah sebagai res cogitan yang artinya bahwa manusia sebagai makhluk yang berpikir, hal ini sangatlah berbeda dengan keadaan saat ini yang kebanyakan manusia saat ini (yang dapat juga disebut sebagai manusia modern) yang hanya mengandalkan kemajuan teknologi untuk mencapai tujuannya.
Manusia modern kini telah melupakan bagaimana mereka harus hidup, mereka perlahan menjadi makhluk yang individualis seiring berkembangnya waktu yang juga perkembangan teknologi. Perlahan dengan kemodernisasian manusia kehilangan akan ke-spiritual-annya, manusia semakin memandang bahwa yang menjadi penguasa adalah manusia itu sendiri, seperti yang diungkapkan oleh salah seorang filosof dari kaum yang menyebut dirinya kaum shopis  yakni protagoras bahwa “manusia adalah ukuran bagi segalanya” . Manusia telah melupakan keberadaan Tuhan (manusia sebagai makhluk yang beragama). Peran agama terhadap manusia penting untuk bagaimana manusia melakukan perannya pada kehidupan ini serta untuk menjaga keseimbangan didunia. Seiring dengan perkembangan-perkembangan teknologi, manusia semakin berpikir bahwa Tuhan itu tidak ada, melainkan bahwa manusia itu sendiri yang menjalani kehidupannya dengan kata lain bahwa manusia itu adalah tuhan itu sendiri, seperti kata seorang filosof Baruch de Spinoza yang menyebutkan bahwa “Tuhan itu bukan dalang dalam kehidupan ini”.
Teknologi semakin membuat manusia ketergantungan kepadanya, pada kenyataan yang terjadi saat ini, manusia seakan-akan tidak bisa hidup tanpa teknologi. Padahal teknologi itu sendiri adalah ciptaan manusia, dan teknologi diciptakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan segala sesuatu. Pada manusia modern teknologi merupakan sesuatu yang sangat vital kegunaannya sehingga membatasi gerak manusia serta membatasi manusia untuk mengeksplorasi kemampuan-kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh manusia. Pada saat ini teknologi juga banyak disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan juga ingin berkuasa, seperti teknologi nuklir, ada beberapa negara yang menggunakan teknologi nuklir untuk mengambil alih kekuasaan-kekuasaan yang ada, inilah salah satu ironi dari manusia modern akibat dari perkembangan teknologi yang tidak diimbangi dengan spiritualitas.
Problematika yang sedang dihadapi manusia modern ini sangat rumit, banyak permasalahan-permasalahan sosial yang menimpa manusia modern seperti ketergantungan terhadap teknologi. Manusia modern saat ini lebih banyak berkutat pada teknologi itu sendiri daripada berhubungan sesama manusia sendiri, sebagai contoh pada saat yang membosankan seseorang akan memainkan HP ataupun perangkat elektronik yang sedang booming (teknologi). Di era yang sekarang ini sudah sangat jarang individu-individu yang bersosialisasi secara langsung (bertatap muka). Manusia modern telah menghilangkan banyak nilai-nilai yang dapat kita katakan tradisional, seperti nilai tentang kesopanan. Ini adalah suatu hal sangat ironis bagi manusia karena seiring waktu berjalan nilai-nilai itu semakin dihilangkan dengan mengikis sedikit demi sedikit nilai yang telah ada dengan toleransi-toleransi yang menurut manusia modern, nilai-nilai tradisional telah kuno dan tidak relevan dengan kehidupan saat ini, contohnya seperti di Indonesia, bangsa Indonesia – entah sadar atau tidak – telah ter-western-isasi akan kebudayaannya, manusia-manusia Indonesia telah meniru kebudayaan barat baik itu dari cara berbusana hingga cara berperilaku ataupun bersikap. Kebudayaan-kebudayaan lokal perlahan menjadi hilang dan diganti dengan kebudayaan barat, hal ini akan melahirkan generasi-generasi yang ahistoris, karena manusia modern di Indonesia telah kehilangan apa yang telah menjadi kebudayaan asli mereka.